Hetalia: Axis Powers - Liechtenstein -->

Selasa, 16 September 2014

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.
PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain.
Menurut pasal 130 (1) PP No. 17 Tahun 2010 Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Pasal 133 ayat (4)menetapkan bahwa Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antarjenjang pendidikan dan/atau antarjenis kelainan.
Integrasi antar jenjang dalam bentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) satu atap, yakni satu lembaga penyelenggara mengelola jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB dengan seorang Kepala Sekolah. Sedangkan Integrasi antar jenis kelainan, maka dalam satu jenjang pendidikan khusus diselenggarakan layanan pendidikan bagi beberapa jenis ketunaan. Bentuknya terdiri dari TKLB; SDLB, SMPLB, dan SMALB masing-masing sebagai satuan pendidikan yang berdiri sendiri masing-masing dengan seorang kepala sekolah.
Altenatif layanan yang paling baik untuk kepentingan mutu layanan adalah INTEGRASI ANTAR JENIS. Keuntungan bagi penyelenggara (sekolah) dapat memberikan layanan yang tervokus sesuai kebutuhan anak seirama perkembangan psikologis anak. Keuntungan bagi anak, anak menerima layanan sesuai kebutuhan yang sebenarnya karena sekolah mampu membedakan perlakuan karena memiliki fokus atas dasar kepentingan anak pada jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. Adapun bentuk satuan pendidikan / lembaga sesuai dengan kekhususannya di Indonesia dikenal SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Namun, layanan pendidikan integrasi ini juga mempunyai keurangan, yaitu dari segi interaksi sosial, dimana anak berkebutuhan khusus hanya akan mengenal anak-anak sejenis saja. mereka seharusnya mendapat kesempatan untuk dapat bermain, dan berlajar dengan anak-anak lainnya yang beragam.
Menjawab hal di atas, pemerintah telah menciptakan sebuah layanan pendidikan yang memungkinkan siswa dengan kebutuhan khusus dapat belajar dan bermain bersama anak-anak lainnya yang beragam, layanan pendidikan tersebut dikenal dengan pendidikan INKLUSI.


Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar. MenurutHildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82), pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas, linguistik, atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi.Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah regular ( SD, SMP, SMU, dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar lainnya. (Lay Kekeh Marthan, 2007:145).

anak berkebutuhan khusus bisa berbaur dengan anak-anak lainnya, ini buktinya:

Jumat, 05 September 2014

Interaksi Sosial Anak Autis



A.    Hakikat Interaksi Sosial.

Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat. Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku,interaksi sosial itu sendiri dapat berlangsung dengan baik jika aturan - aturan dan nilai – nilai yang ada dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran atas pribadi masing – masing,maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan yang kita harapkan.
Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto di dalam pengantar sosiologi, interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama(wilkipedia). Jika hanya fisik yang saling berhadapan antara satu sama lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk kelompok sosial yang dapat saling berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka kegiatan–kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi.
Para penyandang Autisme, adalah seorang individu, yang pada hakikatnya adalah seorang makhluk sosial. Namun, seperti yang kita ketahui, penderita autis menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru (Yosvan Azwandi 2005: 30). Hal itu mengakibatkan mereka mengalami banyak permasalahan dalam proses interaksi sosial.





B.     Permasalahan Interaksi Sosial Anak Autis

Beberapa ciri anak dengan autistik adalah : (a) lebih suka menyendiri;(b) tidak ada, atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan;(c) tidak tertarik bermain bersama teman; (d) bila diajak bermain, dia tidak mau dan menjauh (Ganda Sumekar, 2009: 280). Dan interaksi sosial adalah, hubungan timbal balik antara sesorang, dengan orang lainnya, dalam satu lingkungan dengan aturan, dan norma tertentu.
Dari keterangan tersebut, jelas bahwa anak dengan autisme, mengalami banyak permasalahan dalam proses interaksi sosialnya. Permasalahan- permasalahan tersebut diuraikan sebagai berikut:

a.       Keterlambatan dalam berkomunikasi

Komunikasi adalah hal terpenting dalam proses interaksi sosial, diamana seseorang dapat menginstruksi lingkungan sosialnya dengan menggunakan bahasa dan tatacara berkomnikasi yang telah ditetapkan lingkungannya.
Sekitar 50% anak autistik mengalami keterlambatan dan abnormalitas, dalam berbahasa dan bicara. Lawan bicara anak autis, akan sering kesulitan untuk memahami ucapan yang ditujukan kepada mereka, sehingga proses interaksi antara keduanya menjadi tidak lancar.

b.      Ketidakmampuan berekspresi, dan memahami, ekspresi orang lain

Walaupun, mereka berminat untuk mengadakan hubungan sosial dengan teman-temannya, seringkali terdapat hambatan karena ketidakmampuan mereka memhami aturan-aturan yang berlaku dalam proses interaksi sosial tersebut. Ketidak pahaman mereka mengenai aturan-aturan sosial, salah satunya disebabkan karena mereka tidak mampu memahami ekspresi wajah orang lain, maupun mengekspresikan persaannya dalam bentuk vokal, maupun ekspresi wajah.

c.       Ketidaklaziman aktivitas, dan minat

Anak autis memperlihatkan ketidakwajaran dalam aspek aktivitas dan minat, seperti mereka sering melakukan sesuatu berulang- ualang, aneh dan tidak kreativ ( Departemen Pendidikan Nasional 2005: 30). Anak autis menolak adanya perubahan lingkungan, dan rutinitas baru, seperti mereka akan kebingungan bila jalan menuju sekolah diubah dari yang biasanya.
Dalam hal minat, anak autis terbatas, dan sering aneh. Misalnya, mereka sering membuang waktu berjam- jam hanya untuk memainkan sekelar listrik, memutar- mutar botol, berputar- putar, dan sebagainya.

C.     Bentuk- bentuk interaksi sosial anak autis

Perilaku sosial yang menjadi karakteristik anak autis terbagi dalam tiga jenis yaitu:
a.       Aloof artinya bersikap menyendiri

Ciri yang khas pada anak-anak autis ini adalah senantiasa berusaha menarik diri (menyendiri) dimana lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri daripada dengan orang lain, tampak sangat pendiam, serta tidak dapat merespon terhadap isyarat sosial atau ajakan untuk berbicara dengan orang lain disekitarnya. Anak autis cenderung tidak termotivasi untuk memperluas lingkup perhatian mereka Anak autis sangat enggan untuk untuk berinteraksi dengan teman lain sebayanya, terakadang takut dan marah bahkan menjauh jika ada orang lain mendekatinya. Paling kentara ketika kita mengamati anak autis mereka lebih cenderung memisahkan diri dari kelompok teman sebayanya, terkadang berdiri atau duduk di pojok pada sudut ruangan.

b.      Passive

Ciri khas anak anak autis daslam berperilaku yang kedua adalah bersikap passive, anak autis dalam katagori ini tidak tampak perduli dengan orang lain, tapi secara umum anak autis dalam katageri ini mudah ditangani dibanding katageri aloof. Mereka cukup patuh dan masih mengikuti ajakan orang lain untuk berinteraksi. Di lihat dari kemampuannya anak autis pada kategori ini biasanya lebih tinggi dibanding dengan anak autistik pada kategori aloof.

c.       Active but Odd

Mereka sering aktif  melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak biasa dilakukan orang lain, seberti: bicara tanpa henti selama berjam-jam, berlari kesana-sini tanpa alasan yang jelas.